Sudah..maafkan aku..segala salahku..
Dan bila..kau tetap bisu ungkapkan salahmu..
Ada rasa yang aneh muncul ketika suara serak-serak basah si Ariel keluar dari CD cempreng bus kota ini. Rasa kangen mungkin.
Ntah kapan terakhir kali saya mendengar lagu ini. Mungkin beberapa tahun yang lalu. Dan kali ini diputar lagi oleh pak sopir. Mungkin karena beberapa hari terakhir, berita tentang si Ariel yang bebas dari penjara mondar mandir di beberapa portal media di internet. Ya, sepertinya semua orang tau skandal Ariel. Dan dipenjara, membuatnya makin melegenda. That lucky bastard.
Jari-jari ini mengetuk-ngetuk jok bus sambil bersenandung kecil menikmati (ya, ini sarkasme kawan.) macet rutin sore hari. Lagu ini mungkin udah ribuan kali saya dengar, tapi baru kali ini saya benar-benar memperhatikan liriknya.
Dan aku..sifatku..dan aku khilafku..
Dan aku.,cintaku..dan aku rinduku.
Seketika pikiran melayang ke beberapa fakta psikologi yang saya baca di internet beberapa waktu lalu.
“Ketika kita bahagia, kita cenderung akan mendengarkan musiknya. Tapi ketika kita sedih, kita cenderung akan menikmati liriknya.“
Dan tampaknya hal itu benar.
Tepat beberapa saat setelah saya ‘berpamitan’ di fesbuk. Ya, fesbuk memang mengubah cara orang berkenalan. Fesbuk mengenalkan ke kamu. Mulai dari komentar-komentar yang masuk, kirim-kiriman inbox, hingga tukeran no telepon.
Hal-hal yang kita bahas aneh, mulai dari buku, dunia kerja, cerita keluarga kamu, hingga kirim-kiriman foto ga penting. saya masih ingat ketika kamu mengirimkan foto profil
Ada kamu sendiri disana. Menggunakan pulpen warna ungu.
Apalagi cerita mu tentang 3 Macan, yang menjadi idolamu.
Ya, saya mendengarkan itu semua. Meskipun saya lebih nyaman kalo bercerita tentang sucker head.. Helloween ataupun Iron Maiden. Tapi ntah kenapa, saya menikmati semua itu. Ibarat candu, saya suka suara mu. Caramu bercerita menenangkan. Entah kenapa.
Meskipun kadang, cerita-cerita itu menyakiti.
Termasuk cerita tentang pria-pria lain yang juga sedang mendekatimu. Saya ga suka mendengarnya. Pria ga suka kompetisi. Apapun bentuknya. Termasuk untuk mendapatkan hatimu. Tapi saya tidak bisa bilang apa-apa, hanya komentar-komentar singkat yang bisa saya keluarkan. Hanya sekedar untuk mengeluarkan ketidaksukaan saya terhadap topik itu.
***
Kemacetan mulai bergerak. Kendaraan mulai merambat perlahan. Hari jumat, dan sepertinya membuat orang ingin buru-buru pulang, dan menambah kemacetan dari hari biasa.
“Tiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnn” terdengar klakson dengan keras ketika sebuah motor menyenggol spion kiri mobil sebelah, lalu kabur tanpa sedikitpun merasa bersalah.
“Jangan merengut, kamu nyeremin kalo merengut.” kata kamu waktu itu setiap kali muka ini berkerut.
Malam itu, semua berjalan normal. Kau masih setia dengan ceritamu. Saya setia mendengarkan. Di pojok , semuanya berjalan biasa. Seperti kencan kita pada umumnya. Jika saya boleh menyebutnya seperti itu.
Hingga di akhir pertemuan itu, kau bicara seolah kita tidak akan bertemu lagi.
“Hati-hati ya? Kamu tuh orang nya baik. Keep it that way. And thank you, for everything.”
Dan cling…..kau menghilang
Puluhan sms tak terbalas, Telepon yang ga diangkat, Chatting yang tak terkirim,
Hingga pada akhirnya, saya datang. Penasaran dengan semua sikap mu. Berusaha untuk memecahkan kode-kode mu.. Ingin tau apa penyebabnya. Ingin tau apa jawabannya.
“Mungkin aku ga suka sama kamu!”
Jawaban yang sama sekali ga masuk akal menurut saya. Jawaban yang ga masuk akal jika dibandingkan dengan sikap manis mu beberapa waktu lalu.
“Bener-bener udahan ya telepon nya?” kamu bertanya setiap kali percakapan tengah malam kita berhenti.
Dan sekarang, kamu bilang hal itu. kamu ga suka sama aku?aku tau kamu suka sama aku..
Tidak, bukan itu jawabannya.
Kamu takut. Kamu takut mencoba.
Jika ada seratus langkah memisahkan kita, saya akan melalui 99 langkah itu, dan menyisakan 1 langkah buat kamu..
Tapi kamu takut, takut melangkah, mungkin dari luka masa lalu yang begitu dalam. Takut kalau kamu akan disakiti lagi. Takut ketika ada benar-benar ada orang yang ingin peduli kepadamu. Yang pada akhirnya, daripada maju, kamu lebih memilih untuk mundur.
Dan saya disini menanggung rasa sakitnya.
Rasa tidak ingin diinginkan, egoisme seorang pria yang mulai merajai. Disini, saya mencoba melangkah. Dengan harga diri yang sudah berceceran entah kemana. Berusaha memperjuangkanmu. Berusaha untuk berjalan 99 langkah.
Lelah.
Siapa bilang patah hati hanya hak orang yang sudah memiliki?
Sudah lupakan semua..segala berubah..
Dan kita terlupa..dan kita terluka..
Dan aku..sifatku..dan aku khilafku..
Dan aku..cintaku..dan aku rinduku..
Kutanya malam dapatkah kau lihatnya
Perbedaan yang tak terungkapkan
Tapi mengapa kau tak berubah..
Ada apa denganmu?
Mobil-mobil di depan mulai bergerak, kali ini agak cepat. Sedikit melongok, saya melihat jalan di depan sudah agak kosong. Sepertinya macet mulai terurai. Terlihat pak sopir pindahkan perseneling ke gigi satu, Berusaha bergerak maju.
Perlahan namun pasti.
jika ada kesamaan cerita, percayalah, itu bukan kebetulan belaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar